Banda Aceh, Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) menyatakan keprihatinan atas langkah DPRK dan Bupati Aceh Barat yang dinilai terburu-buru dalam menanggapi persoalan rekomendasi teknis (rekomtek). Kamis (11/9/2025).
Forbina menilai penafsiran yang dipakai tidak mempertimbangkan konteks hukum saat izin diterbitkan dan berpotensi melahirkan narasi penghukuman yang tidak berdasar serta mengandung muatan kepentingan tertentu.
“Rekomtek itu dikeluarkan untuk galian batuan, pasir dan sejenisnya dengan keluasan hingga dua hektar".
"Kasus yang dipersoalkan membentang sampai 24 kilometer, sehingga tidak bisa langsung diseret ke sanksi hukum.
"Saat izin itu dikeluarkan, persyaratan rekomtek sebagaimana sekarang belum diberlakukan,” ujar Muhammad Nur, Direktur Eksekutif Forbina.
Ia menambahkan bahwa perusahaan yang terkait bersedia menyesuaikan aturan saat ini, namun tidak adil bila dihukum berdasarkan persepsi negatif yang sengaja dibangun oleh oknum berkepentingan.
Forbina menyoroti absennya upaya dialog formal antara pemerintah daerah dan pihak terkait.
Menurut organisasi ini, langkah paling tepat adalah membuka komunikasi resmi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) untuk membahas ruang lingkup rekomtek dan kebutuhan revisi.
“Bupati dan DPR seharusnya memanggil pihak terkait untuk merumuskan apa yang perlu direvisi. Faktanya sampai kini belum ada ketentuan jelas,” kata Muhammad Nur.
Ia juga menegaskan temuan Forbina bahwa tidak ada perusahaan di Aceh Barat, baik tambang emas, batu bara, maupun galian batuan dan pasir sepanjang aliran Sungai Meureubo, Kaway XVI hingga Pante Ceureumen yang memiliki rekomtek dari BWS, sehingga penegakan aturan harus dilakukan secara menyeluruh dan adil.
Forbina mengimbau agar penyelesaian masalah dilakukan berdasarkan data dan prosedur hukum yang berlaku, bukan oleh tekanan publikasi atau kampanye negatif.
Organisasi ini meminta agar semua pihak menghindari langkah sepihak yang dapat merusak iklim investasi dan keberlanjutan ekonomi lokal.
Forbina juga menawarkan fasilitasi dialog antara pemerintah daerah, BWS, dan pelaku usaha untuk merumuskan standar yang jelas dan implementatif bagi penerbitan rekomtek serta kepatuhan di lapangan.
“Kalau rekomtek dianggap syarat mutlak, maka tata kelolanya harus sama untuk semua pihak. Penegakan tidak boleh pilih kasih,” tandas Muhammad Nur.
(Tim/*)
