PTUN Siap Sidangkan Gugatan PDI-Perjuangan, KPU Layak Tunda Penetapan Prabow-Gibran

Notification

×

Tag Terpopuler

PTUN Siap Sidangkan Gugatan PDI-Perjuangan, KPU Layak Tunda Penetapan Prabow-Gibran

Rabu, 24 April 2024 | April 24, 2024 WIB Last Updated 2024-04-24T13:39:25Z

Jakarta, Tim Hukum DPP PDI Perjuangan (PDIP) meminta KPU RI menunda penetapan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024 yang diagendakan pada Rabu (24/4) ini. 


Tim Hukum DPP PDIP mengatakan gugatan yang mereka ajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang menerima pencalonan pasang nomor urut 2 itu ternyata diterima PTUN untuk disidangkan.


Sementara itu kita tahu, Ketua Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun sehari sebelumnya dalam konferensi pers bersama Tim Kuasa Hukumnya di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Selasa (23/4)menegaskan sidang putusan  di PTUN dipimpin oleh Ketua PTUN Jakarta. Hasil putusan yang disampaikan adalah permohonan kami layak untuk diproses dalam sidang pokok perkara karena apa yang kami temukan seluruhnya tadi pagi menjadi putusan ini," Kata Gayus. 


Gayus menyatakan pihaknya juga sudah mendatangi KPU RI untuk menyampaikan putusan hakim PTUN. Hhasil putusan dismissal PTUN hari ini memberikan harapan besar bagi kami untuk nantinya pada proses persidangan apa yang telah diputuskan kami dianggap layak untuk dilanjutkan tadi, menjadikan satu celah hukum ini masih bisa ditegakkan di negara kita, artinya hukum masih berdaulat di negara kita," ungkap Gayus.


Menurut Gayus, gugatan yang diajukan terkait langkah KPU yang telah melawan hukum karena menerima Gibran sebagai calon wakil presiden (Cawapres). Ia katakan justru di PTUN inilah akan terbaca, terungkap semua persoalan karena adanya pelanggaran hukum oleh penguasa. Dan ini akan terungkap. 


Dia tekankan KPU RI seharusnya taat hukum dalam menjalankan peraturan. Diterimanya gugatan PDIP ke persidangan, Gayus menyampaikan KPU RI harus menunggu proses pengadilan dan tidak menetapkan Prabowo-Gibran.


"Bersabarlah, jangan sampai  ada justice delay. Jadi keadilan yang terlambat nanti kalau buru-buru ditetapkan. Beri kesempatan hukum untuk membuktikan apakah penguasa yang menyalahgunakan kekuasaan ini sudah patut untuk memutuskan atau menetapkan," tegas Gayus.


Bekas anggota Hakim Agung ini menegaskan permohonan yang diajukan ke PTUN secara hukum berbeda dengan yang dimohonkan para pihak pemohon di Mahkamah Konstitusi (MK) RI. Di MK menyidangkan mengenai hasil proses pemilu, sementara di PTUN menelusuri bahwa apakah ada pelanggaran oleh pejabat negara yang bernama KPU. Sehingga lebih komprehensif di PTUN. 


PTUN akan membuka tabir pelaksanaan pemilu yang dilakukan oleh penguasa. Apakah ada aparatur negara yang menyimpang. Dalam gugatan di PTUN, Gayus menyatakan pihaknya akan menyodorkan adanya pelanggaran-pelanggaran sehingga hasil pemilunya berubah atau ada konflik lainnya.


Tim Kuasa Hukum PDIP juga ingin menunjukkan adanya pelanggaran proses oleh KPU. Nantinya keputusan hakim ini yang memiliki ruang hukum untuk melakukan prosesnya yaitu harapan kami KPU harus bisa menyadari. 


KPU harus taat hukum. Itu, hukum itu bisa berdaulat di negara ini yang menunda penetapan pasangan yang dianggap menang yang sudah final and binding yang tidak begitu utuh karena masih ada persoalan baru yang dipersoalkan di pengadilan lainnya yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara yang akan menyidangkan apakah ada pelanggaran. 


Anggota Tim Kuasa Hukum DPP PDIP lainnya, David Surya menambahkan, salah satu dalil yang diajukan pihaknya ialah adanya tindakan faktual yang dilakukan oleh KPU yang dianggap melawan hukum.


"Kami tadi sudah menyampaikan di hadapan ketua yang memimpin proses dismissal, kami sudah menyampaikan bahwa ini berbeda dengan rezim hukum pemilu, ini rezim hukum administrasi pemerintahan dan tentunya karena yang menjadi tergugat adalah KPU. Akhirnya memiliki konsekuensi terhadap tindakan-tindakan yang nantinya diambil oleh KPU," kata David.


Sementara anggota tim hukum lainnya, Alvon Kurnia Palma mengatakan ada tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau usaha negara dalam hal ini KPU yang seharusnya dikualifikasikan menjadi dua bentuk.


"Pertama tindakan. Kedua, adalah pembiaran. Itu dikatakan sebagai commission dan omission. Nah, di mana letak adanya omission kami melihat bahwa KPU itu kan harus bertindak berdasarkan peraturan perundangan-perundangan salah satunya adalah Peraturan KPU Nomor 19. Nah, faktualnya KPU pada saat menerima pendaftaran Itu tidak berdasarkan Peraturan KPU nomor 19 dan tidak juga berdasarkan peraturan KPU nomor 19. Karena peraturan KPU Nomor 23 itu tidak bisa berlaku surut," kata Alvon.


(Suta Widya)