Oleh : Jacob Ereste
Pernyataan resmi Mabes Polri melalui konferensi pers Direktorat Tindak Pidana Umum pada 22 Mei 2025, yang menyatakan bahwa ijazah S1 milik Presiden Joko Widodo adalah asli dan sah, seharusnya mampu meredam kegaduhan publik. Namun, kenyataannya, polemik tak kunjung usai.
Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro menyampaikan bahwa dokumen tersebut telah diuji forensik dan dinyatakan “identik” dengan dokumen pembanding. Istilah identik inilah yang menjadi titik krusial dan menimbulkan tafsir ganda di tengah masyarakat.
Dalam pemahaman umum, “identik” tidak serta-merta berarti “asli” atau otentik. Ia hanya menunjukkan kemiripan atau kesesuaian, bukan kepastian orisinalitas. Sementara “otentik” memiliki makna yang lebih kuat: asli, sah, dan bukan tiruan. Maka ketika Mabes Polri menyebut ijazah itu “identik”, publik bertanya, mengapa tidak secara tegas dikatakan “otentik”?
Tim Pembela Ulama (TPUA) melaporkan dugaan pemalsuan ijazah dengan dasar pasal-pasal pidana, namun hasil penyelidikan Bareskrim menyatakan tak ditemukan pelanggaran. Bahkan dari 13 lokasi yang ditelusuri, termasuk SMA dan Universitas Gadjah Mada, ditemukan dokumen pendukung yang dianggap valid.
Namun, polemik tak selesai di sana. Roy Suryo dan pihak lainnya dianggap salah memahami pernyataan Mabes Polri, tapi hal ini tidak akan terjadi seandainya sejak awal pemerintah dengan terbuka menunjukkan ijazah asli kepada publik, sesuatu yang sederhana namun selalu dihindari.
Ini bukan soal politik semata, tapi soal transparansi dan akuntabilitas. Ketika pejabat publik diuji oleh rakyatnya, maka jawabannya bukan dengan istilah yang membingungkan, tetapi dengan bukti nyata yang langsung dan jelas.
Kalau benar ijazah itu otentik, mengapa tidak ditunjukkan saja? Bukankah itu cara paling mudah untuk menyudahi keraguan? Atau justru keraguan itulah yang hendak dipelihara?
Karena itulah, dalam kasus ini, kita tak hanya sedang membahas dokumen pendidikan, tetapi kredibilitas negara di mata rakyatnya. Dan kredibilitas itu, tidak bisa dibangun dengan klaim “identik”, tetapi harus dibuktikan dengan otentik.
Banten, 23 Mei 2025