Sulawesi Selatan - Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (Ampera) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada Kamis, 8 Agustus 2024, pukul 13.00 WITA, dengan membawa agenda utama yang menjadi perhatian publik, yakni dugaan maladministrasi dan kolusi dalam proyek pengadaan bibit nangka madu dan sukun di Kabupaten Bantaeng.
Proyek dengan nilai anggaran sebesar Rp7 miliar untuk tahun anggaran 2024 ini semestinya menjadi tonggak penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani serta keberlanjutan ekosistem lokal. Namun, Ampera mencatat adanya indikasi kuat bahwa penyaluran bibit tersebut tidak sesuai dengan yang direncanakan, serta diduga diwarnai oleh praktik kolusi antara pihak pelaksana proyek dan oknum di pemerintahan.
Romi Arunanta, koordinator lapangan dalam aksi tersebut, mengungkapkan bahwa proyek yang dijalankan oleh CV Fortune ini sarat dengan kejanggalan administratif. “CV Fortune yang menjadi pemenang tender proyek pengadaan bibit nangka madu dan sukun di Bantaeng, menurut penelusuran kami, tidak memiliki rekam jejak atau kapabilitas yang mumpuni dalam bidang ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang proses seleksi yang dilakukan, serta potensi adanya konflik kepentingan yang merugikan masyarakat,” jelas Romi.
Dalam kajian yang dilakukan oleh Ampera, terdapat beberapa temuan yang mengarah pada potensi maladministrasi, termasuk kurangnya transparansi dalam proses tender dan tidak adanya evaluasi mendalam terhadap kapasitas pelaksana proyek. Hal ini, menurut Romi, tidak hanya mengancam keberhasilan proyek, tetapi juga berdampak langsung pada keberlanjutan ekonomi petani dan lingkungan di Kabupaten Bantaeng.
“Jika bibit yang disalurkan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka hasil panen yang diharapkan oleh petani akan jauh dari optimal. Ini tidak hanya merugikan petani secara ekonomi, tetapi juga mengancam keberlanjutan pertanian di wilayah ini,” tambah Romi, seraya menegaskan bahwa dampak dari proyek yang bermasalah ini dapat berlangsung dalam jangka panjang, mengingat bibit tanaman buah seperti nangka dan sukun memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mencapai masa produksi.
Ampera mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk segera melakukan investigasi menyeluruh terkait dugaan kolusi dan maladministrasi ini, serta memastikan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran hukum tersebut mendapatkan sanksi yang setimpal. “Kami berharap Kejaksaan dapat bertindak tegas dan profesional dalam menyikapi kasus ini, karena keadilan tidak hanya tentang menghukum yang bersalah, tetapi juga melindungi kepentingan publik,” tutup Romi Arunanta.
Aksi ini menggambarkan pentingnya pengawasan publik terhadap penggunaan anggaran negara, khususnya dalam proyek yang berdampak langsung pada masyarakat luas. Dengan pendekatan berbasis data dan kajian ilmiah, Ampera berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas, demi terciptanya tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
(S-1Tulisan)