Soppeng, Pekerjaan revitalisasi Satuan Pendidikan SMP Muhammadiyah Walattasi dengan nilai anggaran sebesar Rp1.497.000.000,00 menuai sorotan tajam dari Ketua Tim Investigasi dan Monitoring Lembaga Advokasi dan Hak Asasi Manusia Indonesia (LHI), Mahmud Cambang.
Hasil pemantauan tim LHI di lokasi proyek menunjukkan sejumlah pekerjaan yang dinilai tidak sesuai standar mutu dan kualitas sebagaimana mestinya.
Dugaan pengerjaan asal-asalan itu dinilai mencederai semangat peningkatan kualitas pendidikan yang menjadi tujuan utama program revitalisasi sekolah.
“Ini uang negara yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan, bukan malah dikerjakan setengah hati.
"Anak-anak butuh fasilitas yang layak untuk belajar, bukan proyek yang dikerjakan asal jadi,” tegas Mahmud Cambang saat ditemui di lokasi proyek, Rabu (29/10/2025).
Mahmud juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan dari pihak sekolah terhadap pelaksanaan proyek tersebut.
Menurutnya, sikap pasif dan kurang tegas dari pihak sekolah justru membuka celah terjadinya penyimpangan dalam penggunaan dana negara.
“Kalau pengawasan tidak tegas, jangan heran kalau kualitas pekerjaan jauh dari harapan. Ini harus jadi perhatian serius, karena menyangkut tanggung jawab terhadap uang rakyat,” tambahnya.
Mahmud meminta agar aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran dalam proyek tersebut.
Ia menilai langkah hukum penting dilakukan untuk memastikan tidak terjadi kerugian negara dan agar penggunaan anggaran publik berjalan sesuai aturan.
Selain itu, LHI berencana menyampaikan laporan resmi kepada Inspektorat Daerah Kabupaten Bone dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit terhadap seluruh proses pengerjaan proyek, mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan di lapangan.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah Walattasi belum dapat dimintai keterangan.
Saat awak media mendatangi sekolah, yang bersangkutan tidak berada di tempat. Upaya konfirmasi melalui sambungan telepon juga belum mendapat tanggapan.
Proyek revitalisasi tersebut diketahui merupakan bagian dari program peningkatan sarana dan prasarana pendidikan yang didanai oleh pemerintah pusat melalui anggaran tahun 2025.
Revitalisasi ini mencakup perbaikan ruang kelas, pembangunan fasilitas pendukung belajar, dan peningkatan infrastruktur sekolah.
Namun, dugaan adanya pengerjaan yang tidak sesuai spesifikasi memunculkan kekhawatiran publik terkait efektivitas pelaksanaan program pemerintah dalam mendukung dunia pendidikan di daerah.
Mahmud menegaskan bahwa LHI akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Kami tidak ingin ada lagi proyek pendidikan yang hanya menjadi ajang mencari keuntungan. Ini soal masa depan generasi bangsa,” tutupnya.
(Red)


